PERENIALISME
Perenialisme memandang pendidikan harus lebih banyak
mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan
tangguh. Dengan kata lain pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada
masa lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau ini, kebudayaan
yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat
mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang.
Perenialisme mcmandang pendidikan itu
sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan
sekarang (zaman modern) in terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu
dikembalikan kemasa lampau.
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, dimana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan.
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, dimana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan.
Setelah perenialisme menjadi terdesak
karena perkembangan politik industri yang cukup berat timbulah usaha untuk
bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide
dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat sebagai suatu asas yang
komprehensif Perenialisme dalam makna filsafat sebagai satu pandangan hidup
yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya.
2. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan
perenialisme dan siapakah tokoh-tokohnya?
b. Bagimanakah prinsip-prinsip pendidikan
perenialisme?
c. Aliran-aliran apa saja yang ada dalam
perenialisme?
d. Bagaimakah pandangan perenialisme
mengenai kenyataan, nilai, pengetahuan, pendidikan, dan belajar?
e. Bagaimanakah pandangan perenialisme
dalam penerapannya di bidang pendidikan?
BAB
II
PEMBAHASAN
Perenialisme berasal dan kata perenial
yang diartikan sebagai continuing
througbout the whole year atau lasting for a very long time (abadi atau kekal dan dapat berarti
pula tiada akhir. Esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang
pada nilai-nilai atau norma-norma yang bersifat abadi. Aliran ini mengambil
analogi realita sosial budaya manusia, seperti realita sepohon bunga yang terus
menerus mekar dari musim ke musim, datang dan pergi, berubah warna secara tetap
sepanjang masa, dengan gejala yang terus ada dan sama. Jika gejala dari musim
ke musim itu dihubungkan satu dengan yang lainnya seolah-olah merupakan benang
dengan corak warna yang khas, dan terus menerus sama.
Perenialisme memandang bahwa
kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap
ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata)
tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut
berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu
merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini.
Perenialisme mempunyai ciri-ciri
tertentu. Adapun ciri-ciri itu adalah (Sadullah
Uyoh,2004: 23) :
a. Perenialisme berakar pada tradisi
filosofis klasik yang dikembangkan oleh plato, Aristoteles dan Santo Thomas
Aquines.
b. Sasaran pendidikan ialah kemampuan
menguasai prinsip kenyataan, kebenaran dan nilai-nilai abadi dalam arti tak
terikat oleh ruang dan waktu.
c. Nilai bersifat tak berubah dan
universal.
d. Bersifat regresif (mundur) dengan
memulihkan kekacauan saat ini melalui nilai zaman pertengahan (renaissance).
Filsafat perenialisme
terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran
filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh
St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan
abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan
pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal
yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk
kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan
yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan
bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini (Jalaludin, 1997: 19)
Asas-asas filsafat
perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap,
yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja
Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan
perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato
dan Aristoteles. Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B
Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai
mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri
jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan
beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu
datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme
masih dalam bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat
kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama perenialisme. Pandangan-pandangan
Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme
ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan
abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan
disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang
sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang
lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah
di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada
peranan akal yang karenanya manusia dapat mengerti dan memahami
kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bernadib,
2002: 64-65).
2. Prinsip-prinsip pendidikan perenialisme adalah sebagai berikut:
a.
Walaupun perbedaan
lingkungan, namun pada hakikatnya manusia dimana pun dan kapan pun ia berada
adalah sama. Robert M. Hutckin sebagai pelopor perenialisme di Amerika Serikat,
mengemukakan bahwa manusia pada hakikatnya adalah hewan rasional (ini adalah
pandangan Aritoteles). Tujuan pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai
kebajikan dan kebajikan. Pendidikan harus sama bagi semua orang, dimana pun dan
kapan pun ia berada, begitu pula tujuan pedidikan harus sama, yaitu memperbaiki
manusia sebagai manusia. Hal diatas dikemukakan oleh Hutckin sebagai berikut :
“Man may very from society to society,…..but the function of man, is the
same in every age and every socienty, since it results from his nature as a
man. The aims of educational system can exist : it is to improve man as man”.
b.
Rasio merupakan
atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus menggunakannya untuk
mengarahkan sifat bawaannya, sesui dengan tujuan yang ditentukan. Manusia
adalah bebas, namun mereka harus belajar, untuk memperhalus pikiran dan
mengontrol pikirannya. Apabila anak gagal dalam belajar, guru tidak boleh
dengan cepat meletakan kesalahan pada lingkungan yang tidak menyenangkan. Guru
harus mampu meengatasi semua gangguan tersebut, dengan melakukan pendekatan
secara intelektual yang sama bagi semua siswa. Tidak ada anak yang diizinkan
untuk menentukan pengalaman pendidikannya yang ia inginkan.
c.
Tugas pendidikan
adalah memberikan pengetahuan tentang kebenaran yang pasti, dan abadi.
Kurikulum diorganisasi dan ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa,
dan ditunjukan untuk melatih aktivitas akal, untuk mengembangkan akal. Anak
harus diberi pelajaran yang pasti, yang akan memperkenalkannya dengan keabadian
dunia. Anak tidak boleh dipaksa untuk mempelari pelajaran yang tampaknya
penting suatu saat saja. Begitu pula kepada anak jangan memberikan pelajaran
yang hanya menarik pada saat-saat tertentu yang khusus. Yang dipentingkan dalam
kurikulum adalah mata pelajaran “general education”, yang meliputi
bahasa, sejarah, matematika, IPA, filsafat dan seni, dan 3 Rs (membaca,
menulis, berhitung). Mata-mata pelajaran tersebut merupakan esensi dari general education.
d.
Pendidikan bukan
merupakan peniruan dari hidup, melainkan merupakan suatu persiapan untuk hidup.
Sekolah tidak pernah menjadi situasi kehidupan yang nyata. Sekolah bagi anak
merupakan peraturan-peraturan yang artifisial di mana ia berkenalan dengan
hasil yang terbaik dari warisan sosial budaya.
e.
Siswa seharusnya
mempelajari karya-karya besar dalam literatur yang menyangkut sejarah,
filsafat, seni, begitu juga dalam literatur yang berhubungan dengan kehuidupan
sosial, terutama politik dan ekonomi. Dalam literatur-literatur tersebut manusia sepanjang masa telah melahirkan
hasil yang maha besar.
3. Aliran-aliran yang ada dalam perenialisme
a.
Perenialisme sekular yang berpegang kepada ide dan cita-cita filosofis Plato dan
Aristoteles, yaitu tentang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan
pemikiran manusia itu sendiri.
b.
Perenialisme
theologis sebagai pengayoman supremasi gereja Katholik, khususnya menurut
ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas di abad ke-13.
Dari aliran ini, kaum perenialis modern merefleksikan
keimanannya terhadap Tuhan (yang tak bernama) dengan memperbesar cinta
kemanusiaan (humanisme), menegakkan demokrasi, dan memperjuangkan tegaknya HAM.
Kaum perenialis modern adalah orang-orang yang bekerja keras dengan
mengedepankan profesionalisme untuk mempertinggi kualitas hidup manusia. Bagi
kaum perenialis modern, bekerja untuk mewujudkan cita-cita (tegaknya humanisme,
demokrasi, dan HAM) adalah sebuah keniscayaan dalam mem-bentuk dunia baru yang damai
dan sejahtera. Tanpa adanya kemakmuran ekonomi, intelektualitas, dan kedewasaan
kultural, perenialisme modern tidak akan berkembang. Dengan demikian,
demokrasi dan HAM merupakan tujuan utama gerakan perenialisme. Karena itu, jika
pun akan lahir agama baru dari rahim perenialisme modern, agama baru itu
niscaya akan mengusung demo-krasi dan HAM sebagai basis keimanannya. Lebih jauh
lagi, agama baru di masa datang tersebut haruslah agama yang mengedepankan
prinsip-prinsip keimanan untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran. Karena itu,
basis keimanan agama masa depan adalah kesadaran manusia terhadap pentingnya
penegakan demokrasi, HAM, dan perbaikan lingkungan hidup.
4. Pandangan perenialisme mengenai
kenyataan, nilai, pengetahuan, pendidikan, dan belajar
a.
Pandangan
perenialisme mengenai kenyataan
Perenialisme
berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama ialah jaminan bahwa
realita itu bersifat universal dan ada di mana saja dan sama di setiap
waktu.Dengan keputusan yang bersifat ontologism kita akan sampai pada
pengertian pengerian hakikat. Ontologi perenialisme berisikan pengertian: benda
individual, esensi, aksiden dan substansi. Benda individual adalah benda yang
sebagaimana nampak di hadapan manusia yang dapat ditangkap oleh indera kita seperti
batu, kayu, dan lain-lain.
Esensi dari sesuatu adalah suatu
kualitas tertentu yang menjadikan benda itu lebih baik intrinsik daripada
halnya, misalnya manusia ditinjau dari esensinya adalah berpikir Aksiden adalah
keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan sifatnya kurang penting dibandingkan
dengan esensialnya, misalnya orang suka barang-barang antik. Substansi adalah
suatu kesatuan dari tiap-tiap hal individu dari yang khas dan yang universal,
yang material dan yang spiritual.
Menurut Plato, perjalanan suatu benda
dalam fisika menerangkan ada 4 kausa, yaitu:
1) Kausa materialis yaitu bahan yang
menjadi susunan sesuatu benda misalnya telor, tepung dan gula untuk roti.
2) Kausa formalis yaitu sesuatu dipandang
dari formnya, bentuknya atau modelnya, misalnya bulat, gepeng.
3) Kausa efisien yaitu gerakan yang
digunakan dalam pembuatan sesuatu cepat, lambat atau tergesa-gesa.
4) Kausa finalis adalah tujuan atau akhir
dari sesuatu. Katakanlah tujuan pembuatan sebuah patung.
b.
Pandangan
Mengenai Nilai
Perenialisme
berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat
manusia adalah pada jiwanya. Sedangkan perbuatan manusia merupakan pancaran isi
jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan. Secara teologis, manusia
perlu mencapai kebaikan tertinggi, yaitu nilai yang merupakan suatu kesatuan
dengan Tuhan. Untuk dapat sampai kesana manusia harus berusaha dengan bantuan
akal rationya yang berarti mengandung nilai kepraktisan.
Menurut Aristoteles, kebajikan dapat
dibedakan: yaitu yang moral dan yang intelektual. Kebajikan moral adalah
kebajikan yang merupakan pembentukan kebiasaan, yang merupakan dasar dari
kebajikan intelektual.
Jadi, kebajikan intelektual dibentuk
oleh pendidikan dan pengajaran. Kebajikan intelektual didasari oleh
pertimbangan dan pengawasan akal. Oleh perenialisme estetika digolongkan
kedalam filsafat praktis. Kesenian sebagai salah satu sumber kenikmatan
keindahan adalah suatu kebajikan intelektual yang bersifat praktis filosofis.
Hal ini berarti bahwa di dalam mempersoalkan masalah keindahan harus berakar
pada dasar-dasar teologis, ketuhanan.
c.
Pandangan
Mengenai Pengetahuan
Kepercayaan
adalah pangkal tolak perenialisme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya
sesuatu itu ada kesesuaian antara piker (kepercayaan) dengan benda-benda.
Sedang yang dimaksud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip
keabadian. Oleh karena itu, menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil yang
logis, nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Menurut
Aristoteles, Prinsip-prinsip itu dapat dirinci menjadi:
1) Principium identitatis, yaitu
identitas sesuatu.
Principium contradiksionis (prinsip
kontradiksionis), yaitu hukum kontradiksi (berlawanan). Suatu pernyataan pasti
tidak mengandung sekaligus kebenaran dan kesalahan, pasti hanya mengandung satu
kenyataan yakni benar atau salah.
2) Principium exelusi tertii (principium ekselusi tertii), tidak
ada kemungkinan ketiga. Apabila pernyataan atau kebenaran pertama salah, pasti
pernyataan kedua benar dan sebaliknya apabila pernyataan pertama benar pastipernyataan
yang berikutnya tidak benar.
3) Principium rationis sufisientis. Prinsip ini pada dasarnya
mengetengahkan apabila barang sesuatu dapat diketahui asal muasalnya pasti
dapat dicari pula tujuan atau akibatnya.
Perenialisme mengemukakan adanya
hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat. Science sebagai ilmu
pengetahuan
Science yang meliputi biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut sebagaiempiriological analysis yakni analisa atas individual dan peristiwa peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan penelitiannya mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.
Science yang meliputi biologi, fisika, sosiologi, dan sebagainya ialah pengetahuan yang disebut sebagaiempiriological analysis yakni analisa atas individual dan peristiwa peristiwa pada tingkat pengalaman dan bersifat alamiah. Science seperti ini dalam pelaksanaan analisa dan penelitiannya mempergunakan metode induktif. Selain itu, juga mempergunakan metode deduktif, tetapi pusat penelitiannya ialah meneliti dan mencoba dengan data tertentu yang bersifat khusus.
Menurut perenialisme, fisafat yang
tertinggi ialah ilmu metafisika. Sebab, science dengan metode induktif bersifat empiriological analysis (analisa empiris); kebenarannya
terbatas, relatif atau kebenarannya probability. Tetapi filsafat dengan metode
deduktif bersifat ontological analysis, kebenaran yang dihasilkannya universal,
hakiki, dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir sendiri, berpangkal pada hukum
pertama; bahwa kesimpulannya bersifat mutlak, asasi. Hubungan filsafat dan
pengetahuan tetap diakui urgensinya, sebab analisa empiris dan analisa ontology
keduanya dianggap perenialisme dapat komplementatif. Tetapi filsafat tetap
dapat berdiri sendiri dan ditentukan oleh hukum-hukum dalam filsafat sendiri,
tanpa tergantung kepada ilmu pengetahuan.
d.
Pandangan
Mengenai Pendidikan
Teori
atau konsep pendidikan perenialisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat
Plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak
Realisme Klasik, dan filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara
filsafat Aristoteles dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya.
Plato (427-347 SM), hidup pada zaman
kebudayaan yang sarat dengan ketidakpastian, yaitu fisafat sofisme. Ukuran
kebenaran dan ukuran moral menurut sofisme adalah manusia secara pribadi,
sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral dan kebenaran,
tergantung pada masing-masing individu. Plato berpandangan bahwa realitas yang
hakiki itu tetap tidak berubah karena telah ada pada diri manusia sejak dari
asalnya. Menurut Plato, dunia idea, yang bersumber dari ide mutlak, yaitu
Tuhan. Manusia menemukan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral dengan
menggunakan akal atau ratio. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin
yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan.
Masyarakat yang ideal adalah masyarakat adil sejahtera. Manusia yang terbaik
adalah manusia yang hidup atas dasar prinsip idea mutlak yaitu suatu prinsip
mutlak yang menjadi sumber realitas semesta dan hakikat kebenaran abadi yang
transcendental yang membimbing manusia untuk menemukan criteria moral, politik,
dan social serta keadilan. Ide mutlak adalah Tuhan.
Menurut Plato manusia secara kodrat
memiliki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan, dan akal. Program pendidikan yang
ideal adalah berorientasi kepada tiga potensi itu agar kebutuhan yang ada pada
setiap lapisan masyarakat dapat terpenuhi. Ide-ide Plato tersebut kemudian dikembangkan lagi oleh Aristoteles yang
lebih mendekatkan kepada dunia realita. Tujuan pendidikan menurut aristoteles
adalah kebahagiaan. Untuk mecapai tujuan pendidikan ini, aspek fisik, intelek,
dan emosi harus dikembangkan secara seimbang, bulat dan totaliltas.
Aristoteles (384-322 SM) adalah murid
Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu
idealisme. Hasil pemikirannya disebut filsafat realisme. Ia mengajarkan cara
berpikir atas prinsip realistis, yang lebih dekat pada alam kehidupan manusia
sehari-hari. Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani
sekaligus. Sebagai materi, ia menyadari bahwa manusia dalam hidupnya berada
dalam kondisi alam materi dan social. Sebagai makhluk rohani, manusia sadar ia
akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju kepada manusia ideal.
Perkembangan budi merupakan titik
pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat mencapainya. Ia
menganggap penting pula pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda
dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral. Aristoteles juga menganggap
kebahagiaan sebagai tujuan dari pendidikan yang baik. Ia mengembangkan individu
secara bulat, totalitas. Aspek-aspek jasmaniah, emosi, dan intelek sama
dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa kebahagiaan tertinggi ialah kehidupan
berpikir.
Thomas berpendapat bahwa pendidikan
adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata
tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu.
Kaum perenialis juga percaya bahwa
dunia alamiah dan hakikat manusia pada dasarnya tetap tidak berubah selam
berabad-abad : jadi, gagasan-gagasan besar terus memiliki potensi yang paling
besar untuk memecahkan permasalahan permasalahan di setiap zaman. Selain itu,
filsafat perenialis menekankan kemampuan-kemampuan berpikir rasional manusia
sehingga membedakan mereka dengan binatang-binatang lain.
e.
Pandangan
Mengenai Belajar
Teori
dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah:
1) Mental disiplin sebagai teori dasar
Penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berpikir (mental
discipline) adalah salah satu kewajiban tertinggi dari belajar, atau
keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program
pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan berpikir.
2) Rasionalitas
dan Asas Kemerdekaan.
Asas berpikir dan kemerdekaan harus menjadi tujuan utama pendidikan,
otoritas berpikir harus disempurnakan sesempurna mungkin. Kemerdekaan
pendidikan ialah membantu manusia untuk menjadi dirinya sendiri, be him-self, sebagai essential-self yang membedakannya daripada
makhluk-makhluk lain. Fungsi belajar harus diabdikan bagi tujuan ini, yaitu
aktualitas manusia sebagai makhluk rasional yang dengan itu bersifat merdeka.
3) Learning to Reason (Belajar untuk Berpikir)
Perenialisme tetap percaya dengan asas pembentukan kebiasaan dalam
permulaan pendidikan anak.Kecakapan membaca,
menulis dan berhitung merupakan landasan dasar. Dan berdasarkan pentahapan itu,
maka learning to reason menjadi tujuan pokok pendidikan
sekolah menengah dan pendidikan tinggi.
4) Belajar
sebagai Persiapan Hidup
Bagi Thomisme, belajar untuk berpikir dan belajar untuk persiapan hidup
(dalam masyarakat) adalah dua langkah pada jalan yang sama, yakni menuju
kesempurnaan hidup, kehidupan duniawi menuju kehidupan surgawi.
5) Learning through
Teaching (belajar melalui
pengajaran)
Adler membedakan antara learning
by instruction dan learning by discovery,
penyelidikan tanpa bantuan guru. Dan sebenarnya learning by instruction adalah dasar dan menuju learning by discovery, sebagai self education. Menurut
perenialisme, tugas guru bukanlah perantara antara dunia dengan jiwa anak,
melainkan guru juga sebagai murid yang mengalami proses belajar sementara
mengajar. Guru mengembangkan potensi-potensiself discovery; dan ia
melakukan moral authority atas murid-muridnya, karena ia adalah
seorang profesional yangqualified dan
superior dibandingkan muridnya.
Dalam rangka usaha mencapai efisiensi dalam belajar, mengerakkan koginsi
(pengetahuan), aafektif (merasa) dan konasi (berbuat), merupakan kegiatan yang
perlu mendapat perhatian yang cukup. Belajar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
belajar karena pengajaran dan belajar karena penemua. Untuk yang pertama,
adalah guru membetikan penerangan atau pengetahuan, juga mengadakan pencerahan.
Pencerahan ini dapat dilakukan dengan jalan menunjukkan dan menafsirkan
implikasi dari pengetahuan dan ilmu yang diberikan. Untuk tipe belajar yang
kedua tidak lagi memerlukan guru. Siswa diharapkan telah dapat belajar atas
kemampuannya sendiri (Imam Bernadib, 1997: 77-78).
5. Pandangan Perenialisme dalam Penerapannya di Bidang Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat
yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah
seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan
berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut
epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika
pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas,
maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh.
Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode deduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus.
Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode deduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus.
Menurut perenialisme tugas utama
pendidikan adalah mencerdaskan anak didik. Salah satu untuk mencerdaskan anak
didik adalah dengan mempersiapkan diri anak mulai dasar. Persiapan dasar ini
diperoleh dari pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung.
Di samping mendapatkan pengetahuan
dasar, anak didik juga diharapkan memiliki etika atau moral atau budi pekerti
yang mulia yang sesuai dengan agama atau kepercayaan masing-masing. Dimana
setiap agama akan memerintahkan hidup mulia, hidup dengan berprilaku baik
terhadap sesama, masyarakat, guru maupun orang tua. Akan tetapi dewasa ini
telah terjadi krisis moral yang luar biasa yang menyebabkan anak didik berjalan
semaunya sendiri tanpa melihat dasar-dasar atau prinsip-prinsip moral yang
berlandaskan ajaran agama masing-masing. Dengan melihat kondisi ini maka kita
perlu belajar ke masa lalu dimana para anak didik dengan hormatnya dan penuh
rasa tanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Prinsip inilah yang
diinginkan oleh perenialisme.
Menurut perenialisme penguasaan
pengetahuan mengenai prinsip-prinsip perenialisme adalah modal bagi seseorang
untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu
mempunyai pengetahuan sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal
faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu
diselesaikan dan berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalahnya. Dengan
demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau. Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau. Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
a. Anak-anak akan mengetahui apa yang
terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar.
b. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa
penting dan karya-karya tokoh-tokoh tersebut untuk diri sendiri dan sebagai
bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan
mengembangkan pemikiran karya-karya buah pikiran para ahli tersebut pada masa
lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli
tersebut dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana
peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka
sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang
ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat perenialisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Perenialisme memandang kebenaran
sebagai hal yang konstan, abadi, atau perennial. Tujuan dari pendidikan menurut
pemikiran perennialis, adalah memastikan bahwa para siswa memperoleh
pengetahuan tentang prinisip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak
berubah. Lebih jauh lagi, filsafat perennialis menekankan kemampuan berfikir
rasional manusia.
Sekolah sebagai tempat utama dalam
pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya
dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan
adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan
pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam
akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan
mengajarkan.
Adapun mengenai hakikat pendidikan
tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih lanjut, bahwa kalau pada abad
pertengahan filsafat teologis, sekarang seharusnya bersendikan filsafat
metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari Tuhan. Di
samping itu, dikatakan pula bahwa karena kedudukan sendi-sendi tersebut penting
maka perguruan tinggi tidak seyogyanya bersifat utilistis.
Dari ungkapan yang diutarakan oleh
Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa
pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah berdasarkan pada filsafat metafisika
yaitu filsafat yang berdasarkan cinta intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert
Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena manusia itu pada hakikatnya sama, maka
perlulah dikembangkan pendidikan yang sama bagi semua orang, ini disebut
pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum yang satu serta
proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat tiap individu,
diharapkan tiap individu itu terbentuk atas dasar landasan kejiwaan yang sama.
Kurikulum menurut kaum perennialis harus menekankan pertumbuhan intelektual
siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi terpelajar secara kultural, para siswa
harus berhadapan bidang-bidang (seni dan sains) yang merupakan karya terbaik
dan paling signifikan yang diciptakan manusia. Dari dua pendukung filsafat
perennialis adalah Robet Maynard Hutchins, dan Mortimer Adler. Sebagai Rektor
the University of Chicago, Hutchins (1963) mengembangkan suatu kurikulum mahasiswa
S1 berdasarkan penelitiaan terhadap Buku Besar bersejarah (Great Books)
dan pembahasan buku-buku klasik. Kegiatan ini dilakukan dalam seminar-seminar
kecil. Kurikulum perennialis Hutchisn di dasarkan pada tiga asumsi mengenai
pendidikan:
1) Pendidikan harus mengangkat pencarian
kebenaran manusia yang berlangsung terus-menerus. Kebenaran apapun akan selalu
benar di manapun juga, jadi kebenaran bersifat universal dan tak terikat waktu.
2) Karena kerja pikiran adalah bersifat
intelektual dan memfokuskan pada gagasan-gagasan, pendidikan juga harus
memfokuska pada gagasan-gagasan. Pengolahan rasionalitas manusia adalah fungsi
penting pendidikan.
3) Pendidikan harus menstimulus para
peserta didik untuk berfikir secara mendalam mengenai gagasan-gagasan
signifikan. Para guru harus menggunakan pemikiran yang benar dan kritis seperti
metode pokok mereka, dan mereka harus mensyaratkan hal yang sama pada siswa.
Menurut Jacques Maritain (Imam
Bernadib, 1997: 74-75) hal yang menjadi pijakan pendidikan adalah:
1) Cinta akan kebenaran. Ini adalah
tendensi utama dari intelek manusia.
2) Cinta akan kebaikan dan keadilan.
Inipun semuanya sesuai dengan sifat wajar manusia.
3) Kesederhanaan dan sifat terbuka
terhadap eksintensi. Yang dimakasud disini adalah sikap yang wajar dari
seseorang bahwa ia itu ada sebagai makhluk.
4) Cinta akan kerja sama.
Dalam praktik pendidikan, perlu adanya
norma-norma fundamental dalam pendidikan. Norma-norma tersebut adalah, yaitu:
1) Perlu diusahakan agar disposisi
tersebut di atas dapat tumbuh sebaik-baiknya dalam jiwa anak. Agar
tendensi-tendensi tersebut mendapat pengaruh yang baik dalam pendidikan maka
perlu dilaksanakan dengan iluminasi dan pemberian semangat mengenai segala
kebaikan.
2) Pengaruh pendidikan hendaklah
diusahakan agar meresap ke dalam pribadi anak. Cara-cara pelaksanaan untuk ini
adalah sebagai berikut: mula-mula mengikuti adanya perhatian spontan dan
kecenderungan-kecenderungan wajar yang ada pada anak. Dengan melatih akal dan
ingatan sebaik-baiknya dengan cerita-cerita yangmengandung ajaran yang dalam,
pendidikan berusaha agar pribadi anak didik mampu mengadakan adesi dengan
realita. Hendaklah diusahakan agar pengetahuan yang diberikan kepada anak didik
itu dipilihh sedemikian agar adesi dapat berlangsung sebaik-baiknya.
3) Pendidikan dan pengajaran adalah
sarana untuk mewujudkan kebulatan (kesatuan) jiwa manusia dalam pribadi yang
bulat dan seimbang pula. Pendidikan dan pengajaran perlu mempunyai implikasi
dengan pengalaman dan menempatkan pendidikan intelek sebagai prioritas utama.
4) Tujuan pengajaran adalah agar anak
didik dengan akalnya dapat menguasai apa yang dipelajari. Dengan demikian ia
tidak berada di dalam ikatan pekerjaannya, tetapi justru di atasnya.
Menurut Redja Mudyahardjo
(2002:167-168) pandangan perenialisme tentang penerapan pendidikan antara lain
mencakup:
a. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah membantu anak
untuk menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Oleh karena itu
kebenaran-kebenaran tersebut universal dan konstan, maka kebenaran-kebenaran
tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni.
Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui: a)
latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran dan b) latihan karakter
sebagai suatu cara mengembangkan manusia spiritual.
b. Metode pendidikan
Latihan metal dalam bentuk diskusi,
analisa buku melalui pembacaan buku-buku yang tergolong karya besar.
c. Kurikulum
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran
dan cenderung menitikberatkan pada: sastra, matematika, bahasa, dan humaniora,
termasuk sejarah.
d. Pelajar
Pelajar adalah makhluk rasional yang
dibimbing oleh prinsip-prinsip pertama, kebenaran abadi, dan pikiran mengangkat
dunia biologis.
e. Pengajar/Guru
Guru mempunyai peranan dominan dalam
penyelenggaran kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru hendaknya adalah orang
yang ahli bertugas membimbing diskusiyang akan memudahkan siswa menyimpulkan
kebenaran-kebenaran yang tepat dan wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai
orang yang mempunyai otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya
tidak diragukan.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Perenialisme berasal dan kata perenial
yang diartikan sebagai abadi atau kekal dan dapat berarti pula tiada akhir.
Esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau
norma-norma yang bersifat abadi.
b. Prinsip-prinsip pendidikan perenialisme adalah sebagai berikut:
1) Walaupun
perbedaan lingkungan, namun pada hakikatnya manusia dimana pun dan kapan pun ia
berada adalah sama
2) Rasio merupakan atribut manusia
yang paling tinggi.
3) Tugas pendidikan adalah memberikan
pengetahuan tentang kebenaran yang pasti, dan abadi.
4) Pendidikan bukan
merupakan peniruan dari hidup, melainkan merupakan suatu persiapan untuk hidup.
5) Siswa seharusnya
mempelajari karya-karya besar
c. Pandangan perenialisme mengenai
kenyataan, nilai, pengetahuan, belajar, dan pendidikan
1) Pandangan perenialisme mengenai
kenyataan
Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan
manusia terutama ialah jaminan bahwa realita itu bersifat universal dan ada di
mana saja dan sama di setiap waktu.
2) Pandangan Mengenai Nilai
Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah
persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya.
3) Pandangan Mengenai Pengetahuan
Menurut perenialisme perlu adanya dalil-dalil yang logis,
nalar, sehingga sulit untuk diubah atau ditolak kebenarannya. Pandangan
Mengenai Pendidikan
4) Pandangan Mengenai Belajar
Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah: mental disiplin sebagai teori dasar,
rasionalitas dan asas kemerdekaan, learning to reason (belajar untuk berpikir), belajar sebagai persiapan hidup, learning throught teaching (belajar melalui pengajaran)
d. Pandangan Perenialisme dalam Penerapannya di Bidang Pendidikan
1) Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah membantu anak untuk menyingkap
dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki.
2) Metode pendidikan
Latihan metal dalam bentuk diskusi, analisa buku melalui
pembacaan buku-buku yang tergolong karya besar.
3) Kurikulum
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cenderung
menitikberatkan pada: sastra, matematika, bahasa, dan humaniora, termasuk
sejarah.
4) Pelajar
Pelajar adalah makhluk rasional yang dibimbing oleh
prinsip-prinsip pertama, kebenaran abadi, dan pikiran mengangkat dunia biologis.
5) Pengajar/Guru
Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaran
kegiatan belajar mengajar di kelas. Guru dipandang sebagai orang yang mempunyai
otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak diragukan.
2. Saran
Tidak selamanya atau tidak semuanya
pandangan modern baik untuk pendidikan, akan tetapi kita tetap perlu melihat
kondisi masa lalu yang dianggap tradisional atau klasik. Pengetahuan dasar
tradisional seperti belajar membaca, berhitung, budi pekerti (akhlakul karimah)
perlu diberikan kepada anak didik di zaman modern agar tujuan pendidikan dapat
tercapa
0 comments:
Post a Comment